Minggu, 03 Desember 2017

Makalah Agregat Tanah

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Biofisika dan Mekanika Tanah ini. Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Makalah Biofisika dan Mekanika Tanah yang berisikan tentang Agregat tanah yang nantinya akan menjadi acuan dalam kegiatan praktikum Biofisika dan Mekanika Tanah kedepannya.
Masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan oleh penulis agar makalah ini dapat lebih baik lagi nantinya.


Indralaya, Oktober 2017



Penulis













DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................  i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3
2.1. Pengertian Agrergat Tanah........................................................................... 3
2.2. Agregat Utuh................................................................................................ 4
2.3. Tanah Terganggu.......................................................................................... 4
2.4. Tekstur Tanah............................................................................................... 4
2.5. Senyawa Penyusun Tanah............................................................................ 5
2.6. Metode Penetapan Agregat Tanah............................................................... 6
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................  8
3.1 Alat dan Bahan.............................................................................................. 8
3.2 Cara Kerja...................................................................................................... 8
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 9
4.1 Hasil............................................................................................................... 9
4.2 Pembahasan................................................................................................... 10
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan.................................................................................................... 12
5.2 Saran.............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................  13
LAMPIRAN....................................................................................................... 14




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  . Latar Belakang
Tanah ditemukan di mana-mana di sekitar kita dan mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebanyakan orang tidak pernah berusaha menentukan apakah tanah itu, darimana asal dan sifatnya. Mereka tidak memperhatikan bagaimana tanah di suatu tempat berbeda dengan tanah di tempat lain.  Pasti sedikit saja atau bahkan tidak mungkin ada di antara kita yang mengetahui sebab perbedaan ini. Air merupakan sumber daya alam yang cukup banyak di dunia ini, ditandai dengan adanya lautan, sungai, danau dan lain-lain sebagainya. Tanah memegang peranan penting dalam melakukan prespitasi air yang masuk ke dalam tanah, selanjutnya sekitar 70% dari air yang diterima di evaporasi dan dikembalikan ke atmosfer berupa air, dan tanah memegang peranan penting dalam refersi dan penyimpanan. Sisanya itulah yang digunakan untuk kebutuhan tranpirasi,evaporasi dan pertumbuhan tanaman.
Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Tanah yang agregatnya kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur. Butir-butir halus hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi lambat. Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar stabilitas sehingga dapat ditentukan secara kuantitatif melalui Aggregate Stability Inde (ASI). Indeks ini merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat. Agregat tanah terbentuk jika partikel-partikel tanah menyatu membentuk unit-unit yang lebih besar. Agregat tanah sebagai kesatuan partikel tanah yang melekat satu dengan lainnya lebih kuat dibandingkan dengan partikel sekitarnya. Dua proses dipertimbangkan sebagai proses awal dari pembentukan agregat tanah, yaitu flokulasi dan fragmentasi. Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang pada awalnya dalam keadaan terdispersi, kemudian bergabung membentuk agregat. Sedangkan fragmentasi terjadi jika


tanah dalam keadaan masif, kemudian terpecah-pecah membentuk agregat yang lebih kecil. Tanah yang teragregasi dengan baik biasanya dicirikan oleh tingkat infiltrasi, permeabilitas, dan ketersediaan air yang tinggi. Sifat lain tanah tersebut adalah mudah diolah, aerasi baik, menyediakan media respirasi akar dan aktivitas mikrobia tanah yang baik. Untuk dapat mempertahankan kondisi tanah seperti itu, maka perbaikan kemantapan agregat tanah perlu diperhatikan.
Kemantapan agregat tanah dapat didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk bertahan terhadap gaya-gaya yang akan merusaknya. Gaya-gaya tersebut dapat berupa kikisan angin, pukulan hujan, daya urai air pengairan, dan beban pengolahan tanah. Agregat tanah yang mantap akan mempertahankan sifat-sifat tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman, seperti porositas dan ketersediaan air lebih lama dibandingkan dengan agregat tanah tidak mantap. Semakin mantap suatu agregat tanah, makin rendah kepekaannya terhadap erosi (erodibilitas tanah) parameter-parameter kemantapan agregat (berat diameter rata-rata dan ketidakmantapan agregat kering dan basah) adalah lebih besar korelasinya terhadap erodibilitas dibandingkan dengan kandungan liat, debu, debu dan pasir sangat halus, bahan organik, struktur dan permeabilitas.

1.2  . Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ukuran agregat tanah yang lolos pada ayakan no. 8, 10 dan 12.







BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Agrergat Tanah
Agregat merupakan kumpulan pasir, pasir halus, tanah liat serta partikel organik seperti sel mikroba sendiri yang menggumpal karena adanya gum, polisakarida atau metabolit lainnya yang disekresi mikroba. Agregat yang dibentuk sangat ditentukan oleh batuan induk penyusunnya, iklim dan aktivitas biologis yang berlangsung dilingkungan tersebut. Agregat tanah yang terbentuk ditentukan oleh batuan induk penyusunnya, iklim, dan aktivitas biologi yang langsung di lingkungan tersebut. Distribusi materi pasir, pasir halus (slit) dan tanah liat merupakan tekstur tanah, sedangkan tekstur tanah menunjukkan sifat agregat (Irianto, 2009). Agregat tanah dihasilkan dari interaksi komunitas mikrobial tanah, mineral tanah, tumbuh-tumbuhan alami yang jatuh ke tanah, dan ekosistem yang terkombinasi acak pada organik tanah dan komponen mineral yang berkumpul ke dalam mikroagregat (diameter < 50 μm) dan makroagregat (diameter > 50 μm).
Peranan agregat bagi ekosistem tanah adalah untuk mikroba sendiri, mikroagregat tanah dapat melindungi mikroba terutama bakteri dari protozoa pemangsa, selain itu interaksi yang menguntungkan (simbiosis mutualisme) diantara mikroorganisme (Budiyanto 2008), menambahkan agregat tanah juga berperan dalam pengontrol kandungan unsur hara tanah, menjaga stabilitas tanah dan aerasi. Beberapa contoh jamur yang berperan penting dalam proses pembentukan agregat tanah adalah Aspergillus sp., Fusarium sp., Phytium dan Actinomycetes. Sedangkan beberapa bakteri yang berperan dalam proses agregat tanah yaitu Bacillus sp., Clostridium sp., dan Pseudomonas sp. Penambahan suspensi jamur menghasilkan tekstur tanah yang cukup padat, keras dan mampu membentuk agregat yang lebih luas dibandingkan penambahan suspensi bakteri.
Buckman dan Brady (2007), menyatakan bahwa peranan jamur berfilamen dalam tanah lebih penting dibanding bakteri. Jamur berfilamen ini berperan dalam pembentukan humus, kemantapan agregat dan aerasi tanah. hal ini dikarenakan jamur memiliki filamen dan mampu menghasilkan enzim ekstraseluler.
 2.2. Agregat Utuh
Contoh tanah agregat utuh adalah contoh tanah berupa bongkahan alami yang kokoh dan tidak mudah pecah.  Contoh tanah ini diperuntukkan bagi analisis indeks kestabilitas agregat (IKA).  Contoh diambil menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm (Suganda et al, 2007).
Bongkahan tanah dimasukkan ke dalam boks yang terbuat dari kotak seng, kotak kayu atau kantong plastik tebal. Dalam mengangkut contoh tanah yang dimasukkan ke dalam kantong plastik harus hati-hati, agar bongkahan tanah tidak hancur di perjalanan, dengan cara dimasukkan ke dalam peti kayu atau kardus yang kokoh. Untuk analisis IKA dibutuhkan 2 kg contoh tanah (Suganda et al, 2007).

2.3. Tanah Terganggu
Contoh tanah terganggu dapat juga digunakan untuk analisis sifat-sifat kimia tanah. Kondisi contoh tanah terganggu tidak sama dengan keadaan di lapangan, karena sudah terganggu sejak dalam pengambilan contoh. Contoh tanah ini dapat dikemas menggunakan kantong plastik tebal atau tipis. Kemudian diberi label yang berisikan informasi tentang lokasi, tanggal pengambilan, dan kedalaman tanah. Label ditempatkan di dalam atau di luar kantong plastik. Jika label dimasukkan ke dalam kantong plastik bersamaan dengan dimasukkannya contoh tanah, maka label dalam ini perlu dibungkus dengan kantong plastik kecil, agar informasi yang telah tercatat tidak hilang karena terganggu oleh kelembapan air tanah. Pengangkutan semua contoh tanah hendaknya berpegang kepada prinsip dasar, bahwa contoh tanah tidak boleh tercampur satu sama lain dan tidak mengalami perubahan apapun selama dalam perjalanan (Suganda et al, 2007). 
Contoh tanah terganggu lebih dikenal sebagai contoh tanah biasa (disturbed soil sample), merupakan contoh tanah yang diambil dengan menggunakan cangkul, sekop atau bor tanah dari kedalaman tertentu sebanyak 1-2 kg.

2.4. Tekstur Tanah
Tekstur, atau ukuran butir, seringkali mempunyai peranan yang penting dalam pengklasifikasian tanah serta mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah.  Secara umum, tekstur telah digunakan untuk membagi tanah menjadi dua kelompok besar, yaitu tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus.  Ukuran dan distribusi butir-butir mineral yang terdapat pada tanah tergantung pada banyak faktor, termasuk komposisi mineral, cuaca, lama pelapukan dan cara pemindahan (Junaedi, 2015).
Sesuai dengan ukuran butirnya, tanah berbutir kasar dibagi menjadi bongkah (boulder), kerikil (gravel) dan pasir.  Sifat teknis tanah berbutir kasar seringkali sdipengaruhi oleh tekstur dan gradasinya.  Tanah berbutir halus dibagi menjadi lanau dan lempung.  Butir-butir yang membentuk lanau dan lempung mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga tidak bisa dibedakan dengan mata telanjang. Sifat-sifat teknis lanau dan lempung lebih dipengaruhi oleh kekuatan permukaan dan kekuatan listrik butiran daripada oleh kekuatan gravitasi sebagaimana yang berlaku pada tanah berbutir kasar. Tekstur tanah berbutir halus mempunyai pengaruh yang lebih kecil terhadap sifat-sifat teknis daripada tekstur tanah berbutir kasar. Lanau biasanya mempunyai plastisitas yang lebih rendah daripada lempung dan dalam keadaan kering mempunyai kekuatan yang rendah atau sama sekali tidak mempunyai kekuatan (Junaedi, 2015).
Meskipun ukuran hanyalah pilihan, namun nilai-nilai tersebut diusulkan dalam rangka menyeragamkan definisi.  Perbedaan utama antara lanau dengan lempung adalah plastisitasnya.  Lanau pada dasarnya terbentuk melalui pelapukan mekanis, sehingga sebagian besar sifat-sifatnya menyerupai sifat-sifat bahan induknya, sedangkan lempung dihasilkan melalui pelapukan mekanis dan kimia dan pada dasarnya berukuran kolodial (Adha, 2009).

2.5. Senyawa Penyusun Tanah
Tanah secara umum tersusun oleh senyawa anorganik, senyawa organik, udara, dan air serta mengandung bagian yang terbentuk jasad hidup yang secara umum terdiri dari mikroorganisme. Mikroba tanah terdiri dari bakteri, jamur dan mikroalgae. Sifat-sifat tanah bergantung pada besar kecilnya partikel-partikel yang merupakan komponen-komponen tanah tersebut; misalnya, tanah pasir berbeda dengan tanah liat dalam hal kemampuan menahan air, kemampuan mengurung udara, dan karenanya juga berbeda dalam hal menahan panas. Komponen-komponen anorganik maupun organik tanah merupakan substrat ataupun medium yang baik bagi kehidupan mikroorganisme (Dwidjoseputro, 2008). Agregat tanah adalah sekelompok partikel primer tanah yang mengikat bersama satu sama lain membentuk patikel sekunder (agregat). Stabilitas agregat mengacu pada kemampuan agregat tanah untuk bertahan terhadap disintegrasi ketika ada gaya-gaya “penghancur” seperti pengolahan tanah dan air hujan atau erosi angin. Stabilitas agregat basah menunjukkan seberapa baik agregat tanah yang dapat menahan dampak pukulan air hujan dan erosi air.
Tanah terdiri atas beberapa lapisan, lapisan pertama yang merupakan lapisan teratas disebut sebagai lapisan O, yaitu lapisan yang kaya akan bahan organik. Di bawah lapisan O terdapat lapisan A. Lapisan A terdiri dari komposisi mineral dan bahan organik terdekomposisi. faktor-faktor lingkungan dan aktivitas organisme, memiliki sifat kaya akan nutrien dan cukup oksigen sehingga lapisan ini selalu mengalami pelapukan. Lapisan dibawah lapisan A adalah lapisan E, yaitu lapisan ini mengalami pengkayaan mineral yang berasal dari penindihan mineral. Di bawahnya disebut lapisan B yang memiliki cukup mineral, senyawa organik dan karbonat sebagai akibat dari pencucian dan pelapukan lapisan di atasnya. Lapisan selanjutnya adalah lapisan C. Lapisan ini dicirikan dengan mineral-mineral yang tidak mengalami pelapukan dan terletak di atas batuan induk.
Agregat merupakan kumpulan pasir, pasir halus, tanah liat serta partikel organik seperti sel mikroba sendiri yang menggumpal karena adanya gum, polisakarida atau metabolit lainnya yang disekresi mikroba. Agregat yang dibentuk sangat ditentukan oleh batuan induk penyusunnya, iklim dan aktivitas biologis yang berlangsung dilingkungan tersebut. Agregat tanah yang terbentuk ditentukan oleh batuan induk penyusunnya, iklim, dan aktivitas biologi yang langsung di lingkungan tersebut. Distribusi materi pasir, pasir halus (slit) dan tanah liat merupakan tekstur tanah, sedangkan tekstur tanah menunjukkan sifat agregat.
2.6. Metode Penetapan Agregat Tanah
Dalam penuntun ini akan dikemukakan dua metode penetapkan kemantapan agregat. Metode pertama adalah metode pengayakan ganda (multiple-sieve) yang dikemukakan oleh De Leeheer dan De Boodt (1959), sedangkan yang kedua adalah metode pengayakan tunggal yang dikemukakan oleh Kemper dan Rosenau (1986). Penentuan kemantapan agregat menggunakan saringan dikembangkan pertama kali oleh Yoder (1936). Satu set ayakan, yang terdiri atas enam ayakan, dipasang pada suatu dudukan, kemudian dimasukkan ke dalam kontainer berisi air. Alat dilengkapi dengan motor penggerak yang dihubungkan kedudukan ayakan. Motor ini berfungsi untuk menaik-turunkan ayakan di dalam air. Tanah yang tertahan pada masing-masing ayakan setelah pengayakan dilakukan, kemudian dikeringkan dan ditimbang. Kemantapan agregat dihitung menggunakan berat diameter rata-rata. De Leeheer dan De Boodt (1959) memodifikasi cara Yoder (1936) dengan melakukan pengayakan kering sebelum dilakukan pengayakan basah untuk mendekati kondisi lapangan yang sebenarnya.
Cara pengayakan ganda, selain membutuhkan waktu lama dan pekerjaan rumit juga memerlukan investasi yang relatif besar dalam pengadaan alatnya. Beberapa peneliti kemudian mengembangkan metode pengayakan tunggal. Disimpulkan kemantapan agregat tanah dapat ditentukan menggunakan satu ukuran ayakan, hasilnya pun lebih erat korelasinya dengan fenomena-fenomena penting di lapangan. Cara ini selain lebih mudah karena tidak memerlukan perhitungan yang rumit, juga relatif murah dalam hal investasi alatnya. Penyaringan merupakan metode yang biasanya secara langsung untuk menentukan ukuran partikel dengan didasarkan pada batas-batas bawah ukuran lubang saringan yang digunakan. Batas terbawah dalam saringan adalah ukuran terkecil untuk partikel pasir (Handayani dan Sunarminto, 2009).








BAB 3
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun waku dilaksanakan praktikum ini adalah pada hari Rabu, 11 Oktober 2017.  Sedangkan tempat pelaksanaan praktikum di jurusan Teknologi Pertanian, Fakutas Pertanian Universitas Sriwijaya.

3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah (1) alat tulis, (2) ayakan 8 mesh, 10 mesh dan 12 mesh, (3) cawan petri,  (4) kantung plastik, (5) nampan, (6) neraca analitik dan (7) timbangan 2 kg.
Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum ini  adalah (1) agregat tanah utuh  dan (2) contoh tanah terganggu.

3.3 Cara Kerja
Adapun cara pada penentuan gradasi butir melalui pengayakan kering dari agregat tanah adalah sebagai berikut:
3.3.1   Timbang contoh tanah kering udara sebanyak 500 g.
3.3.2   Letakan pada ayakan paling atas (8 mesh), di bawah ayakan ini berturut-turut terdapat ayakan 10 mesh, 12 mesh dan penampung.
3.3.3   Goncang ayakan dengan tangan secara vertikal hingga tanah tanah tidak dapat diayak lagi.
3.3.4   Timbang tanah, baik yang tertinggal di masing-masing ayakan maupun yang lolos ayakan dengan menggunakan neraca analitik. Catat hasil penimbangan.
3.3.5   Lakukan diatas pada sampel tanah lainnya.







BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
            Adapun hasil dari praktikum ini dapat disajikan melalui tabel sebagai berikut:
4.1.1. Tabel Hasil Ayakan Agregat Utuh
No. Ayakan

Diameter (mm)
Massa Tanah yang Tertahan Pada Tiap Ayakan (gr)
Presentase yang Tertahan (%)
Persentase Lolos (%)
8
2,3
379,7
75,94
24,06
10
2
13,2
2,64
21,42
12
1,7
18,6
3,72
17,7
nampan
-
87,5
17,5
0,2

4.1.2. Tabel Hasil Ayakan Agregat Terganggu
No. Ayakan

Diameter (mm)
Massa Tanah yang Tertahan Pada Tiap Ayakan (gr)
Presentase yang Tertahan (%)
Persentase Lolos (%)
8
2,3
420
84
16
10
2
8,76
1,752
14,248
12
1,7
8,74
1,748
12,5
nampan
-
55,9
11,18
1,32




4.2 Pembahasan
Pada praktikum biofisika dan mekanika tanah tentang ayakan tanah¸berapa persenkah tanah yang lolos ayakan sesuai dengan mesh dan diameter ayakan. Analisa ayakan berarti mengayak dan menggetarkan sampel tanah melalui suatu ayakan di mana lubang-lubang ayakan tersebut sudah ditentukan. Mula-mula contoh tanah dikeringking anginkan lebih dahulu, kemudian semua gumpalan-gumpalan dipecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil lalu baru diayak dalam percobaan di laboratorium. Setelah cukup waktu untuk mengayak dengan cara getaran, massa tanah yang tertahan pada setiap ayakan ditimbang. Untuk menganalisis tanah-tanah kohesif, barangkali agak sukar untuk memecah gumpalan-gumpa!an tanahnya menjadi partikel-partikel lepas .yang berdiri sendiri.  Untuk itu, tanah tersebut perlu dicampur dengan air sampai menjadi lumpur encer dan kemudian dibasuh seluruhnya melewati ayakan-ayakan tersebut. Bagian padat yang tertahan pada setiap ayakan dikumpulkan sendiri-sendiri. Kemudian masing-masing ayakan beserta tanahnya dikeringkan dalam oven, dan kemudian berat tanah kering tersebut ditimbang.  Hasil-hasil dari analisis ayakan biasanya dinyatakan dalam persentase dari berat total.
Partikel ukuran tanah memiliki ukuran yang sangat beragam dengan variasi yang cukup besar. Tanah umumnya dapat disebut sebagai pasir (sand), kerikil (gravel),  lanau (slit), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pacta tanah tersebut. Hasil dari analisis ayakan digambarkan dalam kertas semilogaritmik yang dikenal sebagai kurva distribusi ukuran-butiran (particle-size distribution curve). Diameter partikel (butiran) digambarkan dalam skala logaritmik, dan persentase dari butiran yang lolos ayakan digambarkan dalam skala hitung biasa. Kurva distribusi ukuran butiran tidak hanya menunjukkan rentang (range) dari ukuran butir yang dikondung di dalam tanah saja, tetapi juga menunjukkan tipe dari kurva distribusi ukuran butiran tersebut.  Tipe tanah di mana sebagian besar dari butirannya mempunyai ukuran yang sama dinamakan tanah bergradasi buruk (poorly graded soil). Tanah di mana ukuran butirannya terbagi merata di dalam rentang yang lebar dan dinamakan tanah bergradasi baik (well graded). Pada pengayakan yang dilakukan terhadap agregat utuh, setelah disubstitusikan kedalam grafik logaritmik diperoleh gambaran pada sampel tanah tersebut bahwa tanah lebih dominan berada pada kisaran gravel sand atau tanah butir kerikil berpasir. Dalam hal ini, bukan berarti agregat tanah utuh terdiri dari fraksi kerikil dan pasir namun hanya bersandar pada ukuran ayakan yang digunakan.  Artinya, yang diperhatikan adalah ukuran butirnya saja yang identik dengan ukuran pasir hingga kerikil.
Kecenderungan gradasi butir pada agregat tanah utuh ini yakni cenderung lebih ke arah ukuran butir kerikil berpasir, dan diperkirakan kurva tersebut curam ke arah gravel-sand karena pada kondisinya jumlah tanah yang tertahan di ayakan 8 mesh menunjukkan nilai yang terbesar yaitu 379,7 gram atau 75,94% dari massa total, sehingga ukuran butir dominan ke arah kerikil hingga bongkahan, maka agregat tanah utuh bergradasi buruk (poorly graded soil).  Pada saat dilakukan perbandingan  terhadap massa total tanah awal dengan massa total tanah sesudah pengayakan terjadi perbedaan nilai, yang seharusnya agregat utuh 500 gram hanya tersisa 499 gram. Perbedaan massa ini diakibatkan oleh hilangnya sebagian tanah pada saat pengayakan ataupun saat penimbangan massa sampel.
Nilai tersebut dapat dikesampingkan mengingat kemungkinan yang hilang adalah fraksi debu.  Sedangkan pengayakan yang dilakukan terhadap agregat tanah terganggu, setelah disubstitusikan kedalam grafik logaritmik diperoleh gambaran pada sampel tanah tersebut bahwa hasilnya mirip dengan agregat tanah utuh yakni lebih dominan berada pada kisaran ukuran butir gravel sand atau tanah butir kerikil berpasir. Kecenderungan gradasi butirnya juga sama dengan agregat tanah utuh yakni cenderung lebih kearah ukuran butir kerikil berpasir, dan diperkirakan kurva tersebut landai karena pada kenyataannya jumlah tanah yang tertahan di ayakan 8 mesh menunjukkan nilai yang terbesar yaitu 420 gram atau 84% dari massa total, sehingga ukuran butir dominan ke arah kerikil hingga bongkahan. Jika demikian maka tanah bergradasi buruk (poorly graded soil). Selain itu, pada saat dilakukan perbandingan  terhadap massa total tanah awal dengan massa total tanah sesudah pengayakan terjadi perbedaan nilai, yang seharusnya agregat utuh 500 gram hanya tersisa 493,4 gram. Perbedaan nilai tersebut memiliki kesamaan dengan agregat tanah utuh. Pada pengayakan dilakukan dengan beberapa ayakan dengan lubang ayakan yang sudah ditentukan dan dilihat perbangdingan persentase tanah yang lolos di lubang ayakan.


  BAB 5
PENUTUP
5.1    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penulisan laporan praktikum biofisika dan mekanika tanah ini dapat dituliskan pada poin-poin berikut ini:
1.    Analisa ayakan berarti mengayak dan menggetarkan sampel tanah melalui suatu ayakan di mana lubang-lubang ayakan tersebut sudah ditentukan.
2.    Tanah umumnya dapat disebut sebagai pasir (sand), kerikil (gravel),  lanau (slit), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pacta tanah tersebut.
3.    Diameter partikel (butiran) digambarkan dalam skala logaritmik, dan persentase dari butiran yang lolos ayakan digambarkan dalam skala hitung biasa.
4.     Gradasi butir pada kedua agregat tanah cenderung sama, cenderung ke arah ukuran butir kerikil berpasir, dan perkiraan pada kurva tersebut curam ke arah gravel-sand, karena jumlah tanah yang tertahan di ayakan 8 mesh menunjukkan nilai yang terbesar.
5.    Kedua jenis agregat tanah memiliki gradasi yang buruk buruk (poorly graded soil).

5.2    Saran
Adapun saran pada praktikum biofisika dan mekanika tanah adalah agar mahasiswa dapat memahami bagaimana cara menentukan gradasi butir pada agregat tanah dan pada saat melakukan penimbangan tanah perlu diperhatikan ketelitiaan dari neraca yang digunakan.



6 komentar: