KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Biofisika dan Mekanika Tanah
ini. Ucapan
terima kasih tak lupa kami
sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Makalah Biofisika dan
Mekanika Tanah yang berisikan tentang Agregat tanah yang nantinya akan menjadi acuan dalam
kegiatan praktikum Biofisika dan Mekanika Tanah kedepannya.
Masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh
karena kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan oleh penulis agar
makalah ini dapat lebih baik lagi nantinya.
Indralaya, Oktober 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................
ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................
1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................
1
1.2 Tujuan............................................................................................................
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................
3
2.1. Pengertian Agrergat Tanah...........................................................................
3
2.2. Agregat Utuh................................................................................................
4
2.3. Tanah Terganggu..........................................................................................
4
2.4. Tekstur Tanah...............................................................................................
4
2.5. Senyawa Penyusun Tanah............................................................................
5
2.6. Metode Penetapan Agregat Tanah...............................................................
6
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 8
3.1 Alat dan Bahan..............................................................................................
8
3.2 Cara Kerja......................................................................................................
8
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................
9
4.1 Hasil...............................................................................................................
9
4.2 Pembahasan...................................................................................................
10
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan....................................................................................................
12
5.2 Saran..............................................................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 13
LAMPIRAN.......................................................................................................
14
BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 .
Latar Belakang
Tanah ditemukan di mana-mana di sekitar kita dan mempunyai arti yang
sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebanyakan orang tidak pernah berusaha
menentukan apakah tanah itu, darimana asal dan sifatnya. Mereka tidak
memperhatikan bagaimana tanah di suatu tempat berbeda dengan tanah di tempat
lain. Pasti sedikit saja atau bahkan
tidak mungkin ada di antara kita yang mengetahui sebab perbedaan ini. Air
merupakan sumber daya alam yang cukup banyak di dunia ini, ditandai dengan
adanya lautan, sungai, danau dan lain-lain sebagainya. Tanah memegang peranan
penting dalam melakukan prespitasi air yang masuk ke dalam tanah, selanjutnya
sekitar 70% dari air yang diterima di evaporasi dan dikembalikan ke atmosfer
berupa air, dan tanah memegang peranan penting dalam refersi dan penyimpanan.
Sisanya itulah yang digunakan untuk kebutuhan tranpirasi,evaporasi dan
pertumbuhan tanaman.
Agregat
dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman
melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Tanah yang
agregatnya kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan
mudah hancur. Butir-butir halus hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah
sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi
lambat. Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah
terhadap erosi. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar
stabilitas sehingga dapat ditentukan secara kuantitatif melalui Aggregate
Stability Inde (ASI). Indeks ini merupakan penilaian secara
kuantitatif terhadap kemantapan agregat. Agregat
tanah terbentuk jika partikel-partikel tanah menyatu membentuk unit-unit yang lebih besar. Agregat tanah sebagai
kesatuan partikel tanah yang melekat
satu dengan lainnya lebih kuat dibandingkan dengan partikel sekitarnya. Dua proses dipertimbangkan sebagai proses awal dari pembentukan agregat tanah, yaitu flokulasi dan fragmentasi.
Flokulasi
terjadi jika partikel tanah yang pada awalnya dalam keadaan
terdispersi,
kemudian bergabung membentuk agregat. Sedangkan fragmentasi terjadi jika
tanah dalam
keadaan masif, kemudian terpecah-pecah membentuk agregat
yang lebih kecil. Tanah
yang teragregasi dengan baik biasanya dicirikan oleh tingkat infiltrasi, permeabilitas, dan ketersediaan air yang
tinggi. Sifat lain tanah
tersebut adalah mudah diolah, aerasi baik, menyediakan media respirasi akar dan aktivitas mikrobia tanah yang baik. Untuk dapat mempertahankan kondisi tanah seperti itu, maka perbaikan kemantapan agregat tanah perlu diperhatikan.
Kemantapan agregat
tanah dapat didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk bertahan terhadap gaya-gaya yang akan merusaknya. Gaya-gaya
tersebut dapat berupa kikisan angin, pukulan hujan, daya urai air pengairan,
dan beban pengolahan tanah. Agregat tanah yang mantap akan mempertahankan sifat-sifat tanah yang baik untuk pertumbuhan
tanaman, seperti porositas dan ketersediaan air lebih lama dibandingkan
dengan agregat tanah tidak mantap. Semakin
mantap suatu agregat tanah, makin
rendah kepekaannya terhadap erosi (erodibilitas tanah) parameter-parameter kemantapan
agregat (berat diameter rata-rata dan ketidakmantapan agregat kering dan basah)
adalah lebih besar korelasinya terhadap erodibilitas dibandingkan dengan kandungan
liat, debu, debu dan pasir sangat halus, bahan organik, struktur dan
permeabilitas.
1.2 .
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini
adalah untuk mengetahui ukuran agregat tanah yang lolos pada ayakan no. 8, 10
dan 12.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Agrergat Tanah
Agregat merupakan kumpulan pasir, pasir halus, tanah
liat serta partikel organik seperti sel mikroba sendiri yang menggumpal karena
adanya gum, polisakarida atau metabolit lainnya yang disekresi mikroba. Agregat
yang dibentuk sangat ditentukan oleh batuan induk penyusunnya, iklim dan
aktivitas biologis yang berlangsung dilingkungan tersebut. Agregat tanah yang
terbentuk ditentukan oleh batuan induk penyusunnya, iklim, dan aktivitas
biologi yang langsung di lingkungan tersebut. Distribusi materi pasir, pasir
halus (slit) dan tanah liat merupakan tekstur tanah, sedangkan tekstur tanah
menunjukkan sifat agregat (Irianto, 2009). Agregat tanah dihasilkan dari
interaksi komunitas mikrobial tanah, mineral tanah, tumbuh-tumbuhan alami yang
jatuh ke tanah, dan ekosistem yang terkombinasi acak pada organik tanah dan
komponen mineral yang berkumpul ke dalam mikroagregat (diameter < 50 μm) dan
makroagregat (diameter > 50 μm).
Peranan agregat bagi ekosistem tanah adalah untuk
mikroba sendiri, mikroagregat tanah dapat melindungi mikroba terutama bakteri
dari protozoa pemangsa, selain itu interaksi yang menguntungkan (simbiosis
mutualisme) diantara mikroorganisme (Budiyanto 2008), menambahkan agregat tanah
juga berperan dalam pengontrol kandungan unsur hara tanah, menjaga stabilitas
tanah dan aerasi. Beberapa contoh jamur yang berperan penting dalam proses
pembentukan agregat tanah adalah Aspergillus sp., Fusarium sp., Phytium dan
Actinomycetes. Sedangkan beberapa bakteri yang berperan dalam proses agregat
tanah yaitu Bacillus sp., Clostridium sp., dan Pseudomonas sp. Penambahan
suspensi jamur menghasilkan tekstur tanah yang cukup padat, keras dan mampu
membentuk agregat yang lebih luas dibandingkan penambahan suspensi bakteri.
Buckman dan Brady (2007), menyatakan bahwa peranan
jamur berfilamen dalam tanah lebih penting dibanding bakteri. Jamur berfilamen
ini berperan dalam pembentukan humus, kemantapan agregat dan aerasi tanah. hal
ini dikarenakan jamur memiliki filamen dan mampu menghasilkan enzim
ekstraseluler.
2.2.
Agregat Utuh
Contoh tanah agregat utuh adalah contoh tanah berupa
bongkahan alami yang kokoh dan tidak mudah pecah. Contoh tanah ini diperuntukkan bagi analisis
indeks kestabilitas agregat (IKA).
Contoh diambil menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm (Suganda et al,
2007).
Bongkahan tanah dimasukkan ke dalam boks yang terbuat
dari kotak seng, kotak kayu atau kantong plastik tebal. Dalam mengangkut contoh
tanah yang dimasukkan ke dalam kantong plastik harus hati-hati, agar bongkahan
tanah tidak hancur di perjalanan, dengan cara dimasukkan ke dalam peti kayu
atau kardus yang kokoh. Untuk analisis IKA dibutuhkan 2 kg contoh tanah
(Suganda et al, 2007).
2.3. Tanah Terganggu
Contoh tanah terganggu dapat juga digunakan untuk
analisis sifat-sifat kimia tanah. Kondisi contoh tanah terganggu tidak sama
dengan keadaan di lapangan, karena sudah terganggu sejak dalam pengambilan
contoh. Contoh tanah ini dapat dikemas menggunakan kantong plastik tebal atau
tipis. Kemudian diberi label yang berisikan informasi tentang lokasi, tanggal
pengambilan, dan kedalaman tanah. Label ditempatkan di dalam atau di luar
kantong plastik. Jika label dimasukkan ke dalam kantong plastik bersamaan
dengan dimasukkannya contoh tanah, maka label dalam ini perlu dibungkus dengan
kantong plastik kecil, agar informasi yang telah tercatat tidak hilang karena
terganggu oleh kelembapan air tanah. Pengangkutan semua contoh tanah hendaknya
berpegang kepada prinsip dasar, bahwa contoh tanah tidak boleh tercampur satu
sama lain dan tidak mengalami perubahan apapun selama dalam perjalanan (Suganda
et al, 2007).
Contoh tanah terganggu lebih dikenal sebagai contoh
tanah biasa (disturbed soil sample), merupakan contoh tanah yang diambil dengan
menggunakan cangkul, sekop atau bor tanah dari kedalaman tertentu sebanyak 1-2
kg.
2.4. Tekstur Tanah
Tekstur, atau ukuran butir, seringkali mempunyai
peranan yang penting dalam pengklasifikasian tanah serta mempengaruhi
sifat-sifat teknis tanah. Secara umum,
tekstur telah digunakan untuk membagi tanah menjadi dua kelompok besar, yaitu
tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus.
Ukuran dan distribusi butir-butir mineral yang terdapat pada tanah
tergantung pada banyak faktor, termasuk komposisi mineral, cuaca, lama pelapukan
dan cara pemindahan (Junaedi, 2015).
Sesuai dengan ukuran butirnya, tanah berbutir kasar
dibagi menjadi bongkah (boulder), kerikil (gravel) dan pasir. Sifat teknis tanah berbutir kasar seringkali
sdipengaruhi oleh tekstur dan gradasinya.
Tanah berbutir halus dibagi menjadi lanau dan lempung. Butir-butir yang membentuk lanau dan lempung
mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga tidak bisa dibedakan dengan mata
telanjang. Sifat-sifat teknis lanau dan lempung lebih dipengaruhi oleh kekuatan
permukaan dan kekuatan listrik butiran daripada oleh kekuatan gravitasi
sebagaimana yang berlaku pada tanah berbutir kasar. Tekstur tanah berbutir
halus mempunyai pengaruh yang lebih kecil terhadap sifat-sifat teknis daripada
tekstur tanah berbutir kasar. Lanau biasanya mempunyai plastisitas yang lebih rendah
daripada lempung dan dalam keadaan kering mempunyai kekuatan yang rendah atau
sama sekali tidak mempunyai kekuatan (Junaedi, 2015).
Meskipun ukuran hanyalah pilihan, namun nilai-nilai
tersebut diusulkan dalam rangka menyeragamkan definisi. Perbedaan utama antara lanau dengan lempung
adalah plastisitasnya. Lanau pada
dasarnya terbentuk melalui pelapukan mekanis, sehingga sebagian besar
sifat-sifatnya menyerupai sifat-sifat bahan induknya, sedangkan lempung dihasilkan
melalui pelapukan mekanis dan kimia dan pada dasarnya berukuran kolodial (Adha,
2009).
2.5. Senyawa Penyusun Tanah
Tanah secara umum tersusun oleh senyawa
anorganik, senyawa organik, udara, dan air serta mengandung bagian yang
terbentuk jasad hidup yang secara umum terdiri dari mikroorganisme. Mikroba
tanah terdiri dari bakteri, jamur dan mikroalgae. Sifat-sifat tanah bergantung
pada besar kecilnya partikel-partikel yang merupakan komponen-komponen tanah
tersebut; misalnya, tanah pasir berbeda dengan tanah liat dalam hal kemampuan
menahan air, kemampuan mengurung udara, dan karenanya juga berbeda dalam hal
menahan panas. Komponen-komponen anorganik maupun organik tanah merupakan
substrat ataupun medium yang baik bagi kehidupan mikroorganisme (Dwidjoseputro,
2008). Agregat tanah adalah sekelompok
partikel primer tanah
yang mengikat bersama satu
sama lain membentuk patikel
sekunder (agregat). Stabilitas agregat mengacu pada kemampuan
agregat tanah untuk bertahan terhadap
disintegrasi ketika ada gaya-gaya
“penghancur” seperti pengolahan tanah dan air hujan atau erosi angin. Stabilitas agregat basah
menunjukkan seberapa baik agregat tanah
yang dapat menahan dampak pukulan air hujan
dan erosi air.
Tanah terdiri atas beberapa lapisan, lapisan
pertama yang merupakan lapisan teratas disebut sebagai lapisan O, yaitu lapisan
yang kaya akan bahan organik. Di bawah lapisan O terdapat lapisan A. Lapisan A
terdiri dari komposisi mineral dan bahan organik terdekomposisi. faktor-faktor
lingkungan dan aktivitas organisme, memiliki sifat kaya akan nutrien dan cukup
oksigen sehingga lapisan ini selalu mengalami pelapukan. Lapisan dibawah
lapisan A adalah lapisan E, yaitu lapisan ini mengalami pengkayaan mineral yang
berasal dari penindihan mineral. Di bawahnya disebut lapisan B yang memiliki
cukup mineral, senyawa organik dan karbonat sebagai akibat dari pencucian dan
pelapukan lapisan di atasnya. Lapisan selanjutnya adalah lapisan C. Lapisan ini
dicirikan dengan mineral-mineral yang tidak mengalami pelapukan dan terletak di
atas batuan induk.
Agregat
merupakan kumpulan pasir, pasir halus, tanah liat serta partikel organik
seperti sel mikroba sendiri yang menggumpal karena adanya gum, polisakarida
atau metabolit lainnya yang disekresi mikroba. Agregat yang dibentuk sangat
ditentukan oleh batuan induk penyusunnya, iklim dan aktivitas biologis yang
berlangsung dilingkungan tersebut. Agregat tanah yang terbentuk ditentukan oleh
batuan induk penyusunnya, iklim, dan aktivitas biologi yang langsung di
lingkungan tersebut. Distribusi materi pasir, pasir halus (slit) dan tanah liat
merupakan tekstur tanah, sedangkan tekstur tanah menunjukkan sifat agregat.
2.6.
Metode Penetapan Agregat Tanah
Dalam penuntun ini akan dikemukakan
dua metode penetapkan kemantapan agregat. Metode pertama adalah metode
pengayakan ganda (multiple-sieve) yang dikemukakan oleh De Leeheer dan
De Boodt (1959), sedangkan yang kedua adalah metode pengayakan tunggal yang dikemukakan
oleh Kemper dan Rosenau (1986). Penentuan kemantapan agregat menggunakan
saringan dikembangkan pertama kali oleh Yoder (1936). Satu set ayakan, yang
terdiri atas enam ayakan, dipasang pada suatu dudukan, kemudian dimasukkan ke
dalam kontainer berisi air. Alat dilengkapi dengan motor penggerak yang
dihubungkan kedudukan ayakan. Motor ini berfungsi untuk menaik-turunkan ayakan
di dalam air. Tanah yang tertahan pada masing-masing ayakan setelah pengayakan
dilakukan, kemudian dikeringkan dan ditimbang. Kemantapan agregat dihitung
menggunakan berat diameter rata-rata. De Leeheer dan De Boodt (1959)
memodifikasi cara Yoder (1936) dengan melakukan pengayakan kering sebelum
dilakukan pengayakan basah untuk mendekati kondisi lapangan yang sebenarnya.
Cara
pengayakan ganda, selain membutuhkan waktu lama dan pekerjaan rumit juga
memerlukan investasi yang relatif besar dalam pengadaan alatnya. Beberapa
peneliti kemudian mengembangkan metode pengayakan tunggal. Disimpulkan
kemantapan agregat tanah dapat ditentukan menggunakan satu ukuran ayakan,
hasilnya pun lebih erat korelasinya dengan fenomena-fenomena penting di
lapangan. Cara ini selain lebih mudah karena tidak memerlukan perhitungan yang
rumit, juga relatif murah dalam hal investasi alatnya. Penyaringan merupakan
metode yang biasanya secara langsung untuk menentukan ukuran partikel dengan
didasarkan pada batas-batas bawah ukuran lubang saringan yang digunakan. Batas
terbawah dalam saringan adalah ukuran terkecil untuk partikel pasir (Handayani dan Sunarminto, 2009).
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun
waku dilaksanakan praktikum ini adalah pada hari Rabu, 11 Oktober 2017. Sedangkan tempat pelaksanaan
praktikum di jurusan Teknologi Pertanian, Fakutas Pertanian Universitas
Sriwijaya.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun
alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah (1)
alat tulis, (2) ayakan 8 mesh, 10 mesh dan 12 mesh, (3) cawan petri, (4) kantung plastik, (5) nampan,
(6) neraca analitik dan (7) timbangan 2
kg.
Adapun
bahan yang digunakan pada saat praktikum ini adalah (1) agregat
tanah utuh dan (2) contoh tanah terganggu.
3.3 Cara Kerja
Adapun cara pada
penentuan gradasi butir melalui pengayakan kering dari agregat tanah adalah sebagai berikut:
3.3.1
Timbang contoh tanah kering udara sebanyak 500 g.
3.3.2
Letakan pada ayakan paling atas (8 mesh), di bawah ayakan ini berturut-turut terdapat ayakan 10 mesh, 12 mesh dan penampung.
3.3.3
Goncang ayakan dengan tangan secara vertikal hingga tanah tanah tidak dapat diayak lagi.
3.3.4 Timbang tanah, baik yang
tertinggal di masing-masing ayakan maupun yang lolos ayakan dengan menggunakan
neraca analitik. Catat hasil penimbangan.
3.3.5 Lakukan diatas
pada sampel tanah lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun
hasil dari praktikum ini dapat disajikan melalui tabel sebagai berikut:
4.1.1. Tabel Hasil Ayakan Agregat Utuh
No. Ayakan
|
Diameter (mm)
|
Massa Tanah yang Tertahan Pada Tiap Ayakan (gr)
|
Presentase yang Tertahan (%)
|
Persentase Lolos (%)
|
8
|
2,3
|
379,7
|
75,94
|
24,06
|
10
|
2
|
13,2
|
2,64
|
21,42
|
12
|
1,7
|
18,6
|
3,72
|
17,7
|
nampan
|
-
|
87,5
|
17,5
|
0,2
|
4.1.2. Tabel Hasil Ayakan Agregat Terganggu
No. Ayakan
|
Diameter (mm)
|
Massa Tanah yang Tertahan Pada Tiap Ayakan (gr)
|
Presentase yang Tertahan (%)
|
Persentase Lolos (%)
|
8
|
2,3
|
420
|
84
|
16
|
10
|
2
|
8,76
|
1,752
|
14,248
|
12
|
1,7
|
8,74
|
1,748
|
12,5
|
nampan
|
-
|
55,9
|
11,18
|
1,32
|
4.2 Pembahasan
Pada praktikum
biofisika dan mekanika tanah tentang ayakan tanah¸berapa persenkah tanah yang
lolos ayakan sesuai dengan mesh dan diameter ayakan. Analisa
ayakan berarti mengayak dan menggetarkan sampel tanah melalui suatu ayakan
di mana lubang-lubang ayakan tersebut sudah ditentukan. Mula-mula contoh tanah
dikeringking
anginkan lebih dahulu, kemudian semua gumpalan-gumpalan
dipecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil lalu baru diayak dalam
percobaan di laboratorium. Setelah cukup waktu untuk mengayak dengan cara
getaran, massa tanah yang tertahan pada setiap ayakan ditimbang. Untuk
menganalisis tanah-tanah kohesif, barangkali agak sukar untuk memecah
gumpalan-gumpa!an tanahnya menjadi partikel-partikel lepas .yang berdiri
sendiri. Untuk
itu, tanah tersebut perlu dicampur dengan air sampai menjadi lumpur encer dan
kemudian dibasuh seluruhnya melewati ayakan-ayakan tersebut. Bagian padat yang
tertahan pada setiap ayakan dikumpulkan sendiri-sendiri. Kemudian masing-masing
ayakan beserta tanahnya dikeringkan dalam oven, dan kemudian berat tanah kering
tersebut ditimbang. Hasil-hasil dari
analisis ayakan biasanya dinyatakan dalam persentase dari berat total.

Kecenderungan gradasi butir pada agregat tanah utuh
ini yakni cenderung lebih ke arah ukuran butir kerikil berpasir, dan
diperkirakan kurva tersebut curam ke arah gravel-sand karena pada
kondisinya jumlah tanah yang tertahan di ayakan 8 mesh menunjukkan nilai yang
terbesar yaitu 379,7 gram atau 75,94% dari massa total, sehingga ukuran butir
dominan ke arah kerikil hingga bongkahan, maka agregat tanah utuh bergradasi
buruk (poorly graded soil). Pada
saat dilakukan perbandingan terhadap
massa total tanah awal dengan massa total tanah sesudah pengayakan terjadi
perbedaan nilai, yang seharusnya agregat utuh 500 gram hanya tersisa 499 gram.
Perbedaan massa ini diakibatkan oleh hilangnya sebagian tanah pada saat
pengayakan ataupun saat penimbangan massa sampel.
Nilai tersebut dapat dikesampingkan mengingat
kemungkinan yang hilang adalah fraksi debu. Sedangkan pengayakan yang dilakukan terhadap agregat
tanah terganggu, setelah disubstitusikan kedalam grafik logaritmik diperoleh
gambaran pada sampel tanah tersebut bahwa hasilnya mirip dengan agregat tanah
utuh yakni lebih dominan berada pada kisaran ukuran butir gravel sand atau
tanah butir kerikil berpasir. Kecenderungan gradasi butirnya juga sama dengan
agregat tanah utuh yakni cenderung lebih kearah ukuran butir kerikil berpasir,
dan diperkirakan kurva tersebut landai karena pada kenyataannya jumlah tanah
yang tertahan di ayakan 8 mesh menunjukkan nilai yang terbesar yaitu 420 gram
atau 84% dari massa total, sehingga ukuran butir dominan ke arah kerikil hingga
bongkahan. Jika demikian maka tanah bergradasi buruk (poorly graded soil).
Selain itu, pada saat dilakukan perbandingan
terhadap massa total tanah awal dengan massa total tanah sesudah
pengayakan terjadi perbedaan nilai, yang seharusnya agregat utuh 500 gram hanya
tersisa 493,4 gram. Perbedaan nilai tersebut memiliki kesamaan dengan agregat
tanah utuh. Pada pengayakan dilakukan dengan beberapa
ayakan dengan lubang ayakan yang sudah ditentukan dan dilihat perbangdingan
persentase tanah yang lolos di lubang ayakan.
BAB 5
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penulisan laporan
praktikum biofisika dan
mekanika tanah ini dapat dituliskan pada poin-poin berikut ini:
1. Analisa
ayakan berarti mengayak dan menggetarkan sampel tanah melalui suatu ayakan
di mana lubang-lubang ayakan tersebut sudah ditentukan.
2. Tanah umumnya dapat disebut sebagai pasir
(sand), kerikil (gravel),
lanau (slit), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran
partikel yang paling dominan pacta tanah tersebut.
3. Diameter partikel (butiran) digambarkan
dalam skala logaritmik, dan persentase dari butiran yang lolos ayakan
digambarkan dalam skala hitung biasa.
4. Gradasi butir pada kedua agregat tanah cenderung sama, cenderung ke arah ukuran butir
kerikil berpasir, dan perkiraan pada kurva tersebut curam ke arah gravel-sand, karena jumlah tanah yang tertahan di ayakan 8 mesh
menunjukkan nilai yang terbesar.
5. Kedua jenis agregat tanah memiliki gradasi
yang buruk buruk (poorly
graded soil).
5.2
Saran
Adapun saran pada praktikum biofisika dan mekanika
tanah adalah agar mahasiswa dapat memahami bagaimana cara menentukan gradasi butir pada agregat tanah
dan pada saat melakukan
penimbangan tanah
perlu diperhatikan ketelitiaan dari neraca yang digunakan.
dapusnya mana mas
BalasHapusdapusnya
BalasHapusdapusnyaa ngilang dong;(
BalasHapusdaftar pustaka hrus d tampilkan
BalasHapuswaduh dapusnya masa ga ada mas, harus ditampilkan yaa
BalasHapusDapus nya tolong mas
BalasHapus